Social Icons

Pages

Selasa, 11 November 2014

Tugas Softskill 4 ISD Gambaran Pemuda-Pemudi Indonesia



Nama     : Agung Subekti
Kelas     : 1TA04
NPM      : 10314491
Gambaran Pemuda-Pemudi Indonesia Saat Ini (Baik Secara Positif dan Negatif).
Di era jaman sekarang, para pemuda Indonesia harus bisa lebih untuk mempersatukan bangsa Indonesia menjadi negara yang utuh selain itu, kita juga harus lebih bersemangat dalam mempersatukan bangsa Indonesia daripada para pemuda yang dulu. Sebagai pelajar muda penerus bangsa Indonesia kita harus waspada terhadap perbuatan yang merugikan, baik kepentingan umum maupun kepentingan pribadi, contohnya mengganggu orang lain yang sedang melaksanakan ibadah, merusak tempat-tempat ibadah, dll. Selain itu, kita juga harus belajar yang tekun dan tidak melakukan perbuatan yang tercela. Kita adalah generasi muda yang tugasnya menggantikan para pemuda jaman dulu yang telah mengisi dan mempertahankan kemerdekaan yang telah diperjuangkan dengan mempersatukan persatuan dan kesatuan para pemuda Indonesia.
Kita sebagai pemuda-pemudi pelajar bangsa Indonesia wajib belajar keras dan menjunjung tingginilai persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia demi menjaga keutuhan negara Indonesia.
Namun, di era jaman sekarang banyak juga pemuda-pemudi Indonesia yang masih berperilaku negatif dan mungkin mereka tidak tahu apa makna dari Sumpah Pemuda itu. Banyak sekali para pemuda-pemudi Indonesia di jaman sekarang yang masih berperilaku negatif. Misalnya, banyak anak-anak SD, SMP, SMA/SMK yang belum cukup umur sudah mulai merokok dan mengkonsumsi obat-obatan atau narkoba dan minum-minuman keras. Selain contoh-contoh tersebut, masih banyak lagi perilaku para pemuda Indonesia yang melakukan perbuatan negatif. Seharusnya dengan terbentuknya Sumpah Pemuda yang dibentuk oleh pemuda-pemuda Indonesia jaman dulu berarti bagi generasi sekarang adalah selalu menjiwai makna Sumpah Pemuda.  Kunci keberhasilan untuk mencapai tujuan adalah kita wajib ikut serta menjaga utuhnya persatuan dan kesatuan Indonesia.
Di era jaman sekarang kita bisa mencontoh dan meneladani semangat pemuda-pemudi Indonesia dalam mempertahankan keutuhan negara Republik Indonesia meskipun dalam bentuk yang berbeda, akan tetapi dengan tujuan yang sama. Sebagai contoh pesatnya alat transportasi seperti pesawat terbang, merupakan salah satu karya anak bangsa, maraknya alat komunikasi yang semakin canggih, seperti berbagai merk HP, komputer, internet dengan berbagai fasilitas. Hal ini juga tidak terlepas dari semangat generasi muda dalam berkarya. Tidak kalah menariknya lagi, sebagai karya anak bangsa juga adanya produk mobil yang hemat energi, bahkan salah satu SMK di Salatiga berhasil menciptakan sebuah mobil diesel pick-up. Hal itu suatu bukti bahwa generasi sekarang mempunyai motivator, semangat, dan energi untuk melakukan hal-hal yang positif, melakukan persaingan-persaingan sehat untuk mengikuti perkembangan jaman demi survivenya kehidupan bangsa. Generasi yang seperti itu tentunya harus didukung dengan belajar dan berusaha. Sebagai generasi muda harus sadar bahwa kta dituntut untuk selalu berkualitas dan terbakar semangatnya untuk selalu berkarya. Dengan melihat ke belakang, sejarah perjuangan Sumpah Pemuda yang dalam keadaan serba terbatas, namun mereka tetap semangat memperjuangkan utuhnya persatuan dan kesatuan langsung. Maka, dengan adanya generasi sekarang, di jaman yang serba teknos, serba canggih, tentunya harus lebih bisa membuktikan bahwa generasi sekarang juga lebih mampu dan lebih tangguh dalam menjaga persatuan, meskipun dengan cara yang berbeda. Dengan prestasi, berkarya, dan bersikap sebagai anak bangsa yang selalu mendukung persatuan, tentunya negara akan tersenyum, aman, dan damai. Negara juga akan bangga, karena generasi penerus mewarisi dengan isi atau janji Sumpah Pemuda. Betapa perjuangan Sumpah Pemuda tidak akan sia-sia, karena terlahir generasi yang luar biasa.
Dengan jaman yang semakin instant, tidak lantas mambuat generasi muda dinina bobokan, tidak malah bermalas-malasan pada dasarnya tidak menyalahgubakan fasilitas yang ada. Hal ini bisa memicu runtuhnya pesatuan, karena hanya dengan malas, tentu akan menjadi generasi yang bodoh. Jika kita bodoh, tentunya akan mudah dibodohi, mudah emosi. Generasi semacam itu tentunya akan membuat miskin bangsa ini dan memudahkan rusaknya pecahnya persatuan dan kesatuan bangsa.
Generasi yang diharapkan bangsa Indonesia ini adalah bangsa yang tangguh, sehingga tangguh pula persatuan bangsa. Dengan adanya alat komunikasi, transportasi, dan tentunya teknologi yang canggih, diharapkan lebih bisa menjadikan alat pemersatu. Itu akan menjadi tugas kita sebagai generasi muda. Secara bersama generasi yang sekarang berjuang sekuat tenaga, memperkokoh persatuan seperti kebersamaan semut yang selalu bersalaman ketika bertemu. Hal tersebut merupakan makna filofosif, bahwa mereka selalu bersama, saling bersatu, rukun, memperkokoh persatuan dan tidak terjadi perpecahan.

Gambaran Mengenai Pemerataan Pendidikan di Indonesia.
Pembangunan pendidikan yang sudah dilaksanakan sejak Indonesia merdeka telah memberikan hasil yang cukup mengagumkan sehingga secara umum kualitas sumberdaya manusia Indonesia jauh lebih baik. Namun dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, kita masih ketinggallan jauh, oleh karena itu, upaya yang lebih aktif perlu ditingkatkan agar bangsa kita tidak menjadi tamu terasing  di Negri sendiri terutama karena terjajah oleh budaya asing dan terpaksa menari diatas irama gendang irang lain. Upaya untuk membangun sumber daya manusia yang berdaya saing tinggi, berwawasan iptek, serta bermoral dan berbudaya bukanlah suatu pekerjaan yang relatif ringan. Hal ini di sebabkan dunia pendidikan kita masih menghadapi berbagai masalah internal yang cukup mendasar dan bersifat kompleks. Kita masih menghadapi sejumlah  masalah yang sifatnya berantai sejak jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Rendahnya kualitas pada jenjang sekolah dasar sangat penting untuk segera diatasi karena sangat berpengaruh terhadap pendidikan selanjutnya, ada beberapa masalah internal pendidikan yang dihadapi, antara lain sebagai berikut.
  1. Rendahnya pemerataan kesempatan belajar (equity) disertai banyaknya peserta didik yang putus sekolah, serta banyaknya lulusan yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini identik dengan ciri-ciri kemiskinan.
  2. Rendahnya mutu akademik terutama penguasaan ilmu pengetahuan alam (IPA), matematika, serta bahasa terutama bahasa inggris padahal penguasaan materi tersebut merupakan kunci dalam menguasai dan mengembangkan iptek.
  3. Rendahnya efisiensi internal karena lamanya masa studi melampaui waktu standart yang sudah ditentukan.
  4. Rendahnya efisiensi eksternal sistem pendidikan yang disebut dengan relevansi pendidikan, yang menyebabkan terjadinya pengangguran tenaga terdidik yang cenderung terus meningkat. Secara empiris kecenderungan meningkatnya pengangguran tenaga terdidik disebabkan oleh perkembangan dunia usaha yang masih di dominasi oleh pengusaha besar yang jumlahnya terbatas dan sangat mengutamakan efisiensi (padat modal dan padat teknologi). Dengan demikian pertambahan kebutuhan akan tenaga kerja jauh lebuh kecil dibandingkan pertambahan jumlah lulusan lembaga pendidikan.
  5. Terjadi kecenderungan menurunnya akhlak dan moral yang menyebabkan lunturnya tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial, seperti terjadinya tawuran pelajar dan kenakalan remaja. Dalam hal ini pendidikan agama menjadi sangat penting menjadi landasan akhlak dan moral serta budi pekerti yang luhur perlu diberikan kepada peserta didik sejak dini. Dengan demikian, hal itu akan menjadi landasan yang kuat bagi kekokohan moral dan etika setelah terjun ke masyarakat. Masalah-masalah diatas erat kaitanya dengan kendala seperti keadaan geografis, demografis, serta sosio-ekonomi besarnya jumlah penduduk yang tersebar diseluruh wilayah geografis Indinesia cukup luas. Kemiskinan juga merupakan salah satu kendala yang memiliki hubungan erat dengan masalah pendidikan. Rendahnya mutu kinerja sistem pendidikan tidak hanya disebabkan oleh adanya kelemahan menejemen pendidikan tingkat mikro lembaga pendidikan, tetapi karena juga menejemen pendidikan pada tingkat makro seperti rendahnya efisiensi dan efektivitas pengolahan sistem pendidikan. Sistem dan dan tata kehidupan masyarakat tidak kondusif yang turut menentukan rendahnya mutu sistem pendidikan disekolah yang ada gilirannya menyebabkan rendahnya mutu peserta didik dan lulusannya. Kebijaksanaan dan progran yang ditujukan untuk mengatasi berbagai permasalahan di atas, harus di rumuskan secara spesifik karena fenomena dan penyebab timbulnya masalah juga berbeda-beda di seluruh wilayah Indonesia.[2]
Sistem pendidikan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial budaya dan masyarakat sebagai supra sistem. Pembanguana sistem pendidikan tidak mempunyai arti apa-apa jika tidak singkron dengan pembanguanan nasional. Kaitan yang erat antara bidang pendidikan sebagai sistem dengan sistem sosial budaya sebagai supra sistem tersebut, dimana sistem pendidikan menjadi bagiannya, menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga permasalahan intern sistem pendidikan itu menjadi sangat kompleks. Artinya suatu permasalahan intern dalam sistem pendidikan selalu ada kaitan dengan masalah-masalah di luar sistem pendidikan itu sendiri. Misalnya masalah mutu hasil belajar suatu sekolah tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat disekitarnya, dari mana murid-murid sekolah tersebut berasal, serta masih banyak lagi faktor-faktor lainnya diluar sistem persekolahan yang berkaitan dengan mutu hasil belajar tersebut.
Berdasarkan kenyataan tersebut maka penanggulangan masalah pendidikan juga sangat kompleks, menyangkut banyak komponen dan melibatkan banyak pihak.
Pada dasarnya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah air kita dewasa ini, yaitui:
  1. Bagaimana semua warga Negara dapat menikmati kesempatan pendidikan.
  2. Bagaimana pendidikan dapat membekali peserta didik dengan keterampilan kerja yang mantap untuk dapat terjun kedalam kancah kehidupan bermasyarakat.
Yang pertama mengenai masalah pemerataan, dan yang kedua adalah masalah mutu, relevansi, dan juga efisiensi pendidikan.
Seperti telah dikemukakan diatas, pada bagian ini akan dibahas empat masalah pokok pendidikan yang telah menjadi kesempatan nasional yang perlu diprioritaskan penanggulangannya. Masalah yang dimaksud adalah:
Masalah Pemerataan Pendidikan
Dalam melaksanakan fungsinya sebagai wahana untuk memanjakan bangsa dan kebudayaan nasional, pendidikan nasional diharapkan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga Negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan. Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaiman sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga Negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembanguana sumber daya manusia untuk menunjang pembangunan.
Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih banyak warga Negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat di tampung dalam sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilita pendidikan yang tersedia. Pada masa awalnya, di tanah air kita Undang-Undang No 4 tahun 1950 sebagai dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. Pada bab XI pasal 17 berbunyi:
Tiap-tiap warga Negara republik Indonesia mempunyai hak yang sama diterima menjadi murid suatu sekolah jika syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaarn pada sekolah itu dipenuhi.
Selanjutnya dalam kaitannya dengan wajib belajar Bab VI pasal 10 ayat 1 menyatakan: ”semua anak yang berumur 6 tahun berhak dan yang sudah berumur 8 tahun diwajibkan belajar di sekolah, sedikitnya 6 tahun “ ayat 2 menyatakan: “belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari menteri agama yang dianggap telah memenuhi kewajiban belajar.
Landasan yuridis pemerataan pendidika tersebut penting sekali artinya, sebagai landasan pelaksanaan upaya pemerataan pendidikan guna mengejar ketinggalan kita sebagai akibat penjajahan.
Masalah pemerataan memperoleh pendidikan dipandang penting sebab jika anak-anak usia sekolah memperoleh kesempatan belajar pada SD, maka mereka memiliki bekal dasar berupa kemampuan membaca, menulis, dan berhitung sehingga mereka dapat mengikuti perkembangan kemajauan melalui berbagai media massa dan sumber belajar yang tersedia baik mereka itu nantinya berperan sebagai produsen maupun konsumen. Dengan demikian mereka tidak terbelakang dan menjadi penghambat pembangunan.
Oleh karena itu, dengan melihat tujuan yang terkandung di dalam upaya pemerataan pendidikan tersebut yaitu menyiapkan masyarakat untuk dapat berpatisipasi dalam pembangunan, maka setelah upaya pemerataan pendidikan terpenuhi, mulai diperhatikan juga upaya pemerataan mutu pendidikan. Hal ini akan dibicarakan pada butir tentang masalah mutu pendidikan.
Khusus pendidikan formal atau pendidikan persekolahan yang berjenjang dan tiap-tiap jenjang memiliki fungsinya masing-masing maupun kebijaksanaan memperoleh kesempatan pendidikan pada tiap jenjang itu diatur dengan memperhitungkan faktor-faktor kuantitatif dan kualitatif serta relevansi yang selalu ditentukan proyeksinya secara terus menerus dengan saksama.
Pada jenjang pendidikan dasar, kebijaksanaan penyediaan memperoleh kesempatan pendidikan didasarkan atas pertimbangan faktor kuantitatif, karena kepada seluruh warga Negara perlu di berikan bekal dasar yang sama. Pada jenjang pendidikan menengah dan terutama pada jenjang pendidikan yang tinggi, kebijakan pemertaan didasarkan atas pertimbangan  kualitatif dan relevansi, yaitu minat dan kemampuan anak, keperluan, tenaga kerja, dan keperluan pengembangan masyarakat, kebudayaan, ilmu, dan tekonologi. Agar tercapai   keseimbangan antara faktor minat dengan kesempatan memperoleh pendidikan, perlu diadakan penerangan yang seluas-luasnya mengenai bidang-bidang pekerjaan dan keahlian dan persyaratannya yang dibutuhkan dalam pembangunan utamanya bagi bidang-bidang yang baru dan langka.
Perkembangan upaya pemerataan pendidikan berlangsung terus menerus dari pelita ke pelita.  Didalam Undang-Undang No.2 tahun 1989 tengtang sistem pendidikan nasional III tentang hak warga Negara untuk memperoleh pendidikan, pasal 5 menyatakan: ”setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan”. Bahkan dalam pasal 7 mengenai hak telah di tegaskan sebagai berikut: “penerimaan seorang peserta didik dalam suatu satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin, agama, suku, ras, kedudukan sosial, dan tingkat kemampuan ekonomi, dan dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Perkembangan iptek menawarkan beraneka ragam alternatif model pendidikan yang dapat memperluas pelayanan kesempatan belajar. Dilihat dari segi waktu belajarnya bervariasi dari beberapa jam, hari, minggu, bulan, sampai tahunan, melalui proses tatap muka sampai pada lingkungan alam yang dapat mendung.

Saran untuk Pemuda-pemudi di Indonesia:
Saran saya, sebagai pemuda kita harus melanjutkan perjuangan yang diperjuangkan oleh para pendahulu kita, kita tidak boleh merusak apa yang dicita-citakan oleh bangsa ini karena kemunduran akan menghancurkan kita.

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates